Membonsai Komisi Anti Rasuah


Banjir melanda Jakarta, membuat publik membanding Ahok dan Anies Baswedan. Belum selesai seteru itu penebangan pohon di monas membuat heboh jagad maya. Energi publik tersedot. Bak banjir susulan muncul pernyataan Komisioner KPAI, perempuan dapat hamil sebab renang sekolam. Hingga akhirnya menjadi trending di media sosial Twitter. Pecat Komisioner KPAI.

Tak jauh dari lokasi banjir juga serapah terhadap KPAI, di bilangan Kuningan Jakrta Selatan. Komisi Anti Rasuah mengalami nasib yang naas, bedanya ia tak jadi perbincangan publik apalagi memuncaki trending topic di media sosial. Nafas komisi anti rasuah itu, nyaris sudah tak teratur, jantungnya tak lagi memompa gerak darah pemberantasan Korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi tak lagi bak karang, ia porak-poranda di hempas tsunami legislasi. Senja kala pemberantasan Korupsi tiba dan publik menganggap biasa saja. Yang paling menyedihkan ia berujung maut di tangan partai politik yang membanggakan demokrasi.

Oleh Kacung Marijan, tidak ada partai ideologis di Indonesia, partai hanya muncul di momentum pemilu dengan menggunakan semua sumber daya untuk menang. Kacung Marijan menyebunya Catch-All Party . Pada posisi ini kita menemukan apa yang dimaksud oleh Kacung Marijan. Partai di Indonesia hanya hadir pada momen pemilihan umum. Sebab itu janji kampanye menguatkan KPK adalah bukan soal sikap ideologis partai, melainkan mencuri simpati rakyat; siasat terburuk dalam demokrasi.

Akhirnya tsunami legislasi tak mampu di bendung oleh kerumunan orang baik. Pemilihan komposisi Dewan Pengawas sebagai muslihat awal menenangkan publik berhasil. Ia diisi orang baik dimata publik, dentuman kekecewaan berhasil diredam. Jokowi juga gerbong Nawacitanya berhasil. Dewan pengawas yang mestinya berfungsi pada pertimbangan etik; patut dan tak patut, akhirnya mengurus boleh tidaknya penyadapan.

Artidjo Alkotsar, Syamsuddin Haris adalah deretan nama mentereng yang mengisi Dewan Pengawas KPK, mereka pula yang dielukan publik sebagai orang-orang yang akan menjaga wibawa pemberantasan korupsi. Sebab itu, tak heran sebelum menjadi Dewan Pengawas KPK Symsuddin Haris pernah menolak pelemahan KPK lewat Revisi Undang-Undang, waktu itu ia mengkritik hadirnya Dewan Pengawas sebagai upaya melemahkan KPK. Tapi setelah terpilih ia ciut, diringkus dalam kamar kekuasaan. Feri Amsari direktur PUSaKO menyebutnya sebagai kepiawaian Jokowi menggeser diskusi pelemahan KPK dari argumentasi sistem menjadi soal personal.

Kasus Harun Masiku, Nurhadi, pemberhentian 36 Kasus penyelidikan yang disertai rencana pemusnahan hasil penyadapannya sebagaimana dikutip dari Koran Tempo (24/02/2020) adalah tanda berubahnya wajah pemberantasan korupsi. Mungkin itu yang dimaksud sebagai upaya pencegahan korupsi. Meski oleh Abraham Samad dalam wawancara sebuah stasiun Televisi Nasional menjawab kenapa penindakan menjadi utama. Bagi Abraham Samad Indeks Persepsi Korupsi Indonesia masih berada ditingkat buruk. Sebab itu penangangannya harus lewat penindakan, sementara upaya pencegahan tetap berjalan.

Tapi yang aneh, KPK kehilangan energi dari jiwa publik. Ia menjadi isu minor diantara isu monas karena formula E, Seteru Anies dan Ahok, atau pernyataan Komisioner KPAI bahwa perempuan dapat hamil karena sekolam renang yang menjadi trending topik di maya Twitter Indonesia.

(**)