Luwu, Aletheia.id – Suasana hening dan khidmat menyelimuti Baruga Arung Senga, Belopa, Rabu, 2 Juli 2025. Dalam balutan busana adat, para pejabat Pemerintah Kabupaten Luwu memulai ritual budaya Mappacekke Wanua, sebuah tradisi sakral yang mengawali rangkaian peringatan Hari Jadi Kabupaten Luwu ke-66.
Bupati Luwu H. Patahudding, didampingi Wakil Bupati Muh. Dhevy Bijak Pawindu, Ketua DPRD Ahmad Gazali, dan para kepala OPD, hadir lengkap bersama jajaran Pemerintah Kabupaten Luwu. Mereka memulai prosesi dengan mallekke wae, ritual pengambilan air suci dari Bubung Parani, sumur khusus yang menjadi sumber kesakralan dalam adat.
Air yang diambil secara ritualistik itu kemudian diarak menuju Baruga menggunakan sinrangeng lakko, usungan adat yang dibopong di pangkuan seorang gadis tenna wette dara-belum balig, sebagai simbol kesucian. Prosesi ini diiringi dengan bunyi palluru gau, iringan musik dan atribut adat, yang menambah kekhidmatan suasana.
Air suci tersebut diletakkan di atas Lamming Pulaweng, singgasana kehormatan, sebagai lambang keseimbangan dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya. Dalam tradisi masyarakat Luwu, Mappacekke Wanua secara harfiah berarti “mendinginkan negeri”. Sebuah upaya spiritual dan sosial untuk meredakan ketegangan, merajut kembali ikatan persatuan yang mungkin renggang dalam kehidupan bermasyarakat.
Ini adalah upacara rekonsiliasi. Sebuah jalan untuk menata ulang keseimbangan hubungan sosial melalui semangat masseddi’ siri’, menyatukan harga diri kolektif. Tradisi ini diyakini akan memulihkan equilibrium sosial dan spiritual masyarakat, menciptakan harmoni yang kelak akan berbuah kedamaian dan kesejahteraan bersama.
(**)