Kaltim, Aletheia.id – Perubahan mendadak struktur Panitia Kerja (Panja) DPRD Kutai Timur dalam penanganan sengketa lahan di Kecamatan Telen memicu kritik tajam dari anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan, Faisal Rachman. Ia menilai langkah tersebut mencerminkan lemahnya praktik kolektif kolegial dalam tubuh legislatif daerah, Kantor DPRD, Kawasan perkantoran Bukit Pelangi, Rabu 16 April 2025.
“Baru kali ini dalam kepemimpinan sekarang terjadi perubahan-perubahan yang mengkhawatirkan,” ujar Faisal, yang juga menjabat Sekretaris Panja, kepada awak media.
Faisal mengaku tidak menerima informasi apapun terkait pergantian Ketua Panja yang sebelumnya dijabat oleh Muhammad Ali. Ia mempertanyakan proses perubahan yang dilakukan tanpa konfirmasi ataupun musyawarah bersama anggota Panja lainnya.
“Sampai sekarang saya tidak tahu siapa penggantinya. Katanya sudah dirubah, dan Pak Ali menyatakan mundur setelah tahu dirinya telah diganti. Ini tanpa konfirmasi. Padahal SK awal sudah ditandatangani dengan Pak Ali sebagai ketua,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa DPRD adalah lembaga kolektif yang harus mengedepankan musyawarah mufakat, bukan keputusan sepihak.
“Jangan sampai ketua merasa super power seolah DPRD milik sendiri. Ini bukan milik satu orang. Hargai suara semua anggota,” tegas Faisal.
Menariknya, Faisal juga menyiapkan hadiah simbolik berupa dua kotak kecil “Tolak Angin” untuk Ketua DPRD Kutim. Hadiah tersebut, katanya, sebagai bentuk perhatian agar sang ketua tetap fit dalam menyelesaikan masalah masyarakat di tengah cuaca hujan.
Masyarakat ragukan netralitas Panja baru
Perubahan ini terjadi dua hari sebelum rencana kunjungan lapangan ke lokasi sengketa. Masyarakat yang sebelumnya mendukung Panja, tiba-tiba mengirimkan surat penolakan terhadap struktur baru karena dinilai tidak netral.
“Kami bukan menolak Panja, tapi minta direvisi. Yang disepakati awal berbeda dengan susunan baru,” kata Solihin, Ketua Kelompok Tani Dusun 3 Seberangsari.
Kelompok Tani mempertanyakan penunjukan H. Bahcok Riandi sebagai Ketua Panja yang baru, yang dinilai tidak memiliki rekam jejak dalam penanganan kasus tersebut dan disebut memiliki hubungan keluarga dengan salah satu karyawan PT EMAS, pihak perusahaan yang bersengketa dengan petani.
“Dalam waktu belum 24 jam sudah berubah, tanpa konfirmasi ke masyarakat. Jadi kami bertanya-tanya, ada apa?” kata Irda, salah satu perwakilan warga.
Ketua DPRD bantah ada pergantian Ketua Panja
Menanggapi kritik Faisal dan keberatan warga, Ketua DPRD Kutim, Jimmi, membantah telah terjadi pergantian struktur Panja. Ia menyatakan bahwa Panja belum resmi dibentuk karena masih menunggu rekomendasi nama dari ketua komisi terkait.
“Hingga saat ini belum ada nama yang ditetapkan. Belum ada pergantian karena belum ada keputusan siapa ketua dan anggotanya,” jelasnya.
Jimmi juga menegaskan bahwa kunjungan ke PT EMAS yang dilakukan pada hari yang sama bukanlah agenda Panja, melainkan kegiatan Komisi. Ia menyebut bahwa proses pencarian informasi tidak selalu harus dilakukan lewat Panja.
Kritik sebagai alarm demokrasi
Faisal menegaskan bahwa praktik semacam ini bisa mencederai kepercayaan publik terhadap DPRD dan mengancam kesehatan demokrasi lokal.
“Kalau terus dibudayakan, ini tidak sehat untuk demokrasi kita. Jangan diam karena nanti dianggap semua anggota setuju,” tegasnya.
Meski belum menyimpulkan adanya pelanggaran etik atau tatib, Faisal menyebut hal ini sebagai pelajaran penting bagi pimpinan DPRD yang baru menjabat kurang dari setahun.
“Ini keputusan pertama yang mencederai kepercayaan. Jadi ini harus jadi pelajaran untuk semua,” tuturnya.
(Mj)