Persoalan Jalan, Daerah Perbatasan, dan Trafer Kurang Bayar Bagi Hasil Berujung Silva Dikeluhkan Gubernur Rudy saat RDP


Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud saat menghadiri RDP dengan Komisi II DPR RI di Jakarta.

Jakarta, Aletheia.id – Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi II DPR RI, Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud menyampaikan persoalan kondisi jalan di wilayah kerjanya dan persoalan jalan di perbatasan dengan negara tetangga Malaysia.

“Kalimantan Timur ini menjadi ibu kota Nusantara yang hari ini proses kegiatan pembangunannya semakin berakselerasi. Banyak hal yang ingin kami sampaikan terkait dengan Kalimantan Timur terutama adalah berkaitan dengan batas-batas negara kita.” ucap Rudy Mas’ud yang sebelumnya sempat menyapa gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dengan Gubernur Konten.

Dalam RDP yang dipimpin oleh Ketua Komisi II Rifqinizamy Karsayuda dihadiri juga oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk, Rudy menyampaikan sempat berkoordinasi dengan Pangdam VI/Mulawarman, bahwa Menteri Pertahanan akan segera melaksanakan kegiatan pembangunan jalan di daerah perbatasan.

“Ini menjadi sangat penting karena kita menghubungkan Trans Kalimantan mulai dari Kalimantan Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Jadi ini penting jaraknya kurang lebih 1.038 KM daerah perbatasan.” paparnya sambil menanyangkan video seperti yang disiarkan di TV Parlemen.

Mengapa ini menjadi penting, lanjut Rudy, kami menyampaikan tentang Kalimantan Timur ini berkaitan dengan kedaulatan negara. “Kita hampir 80 tahun merdeka, secara infrastruktur kita belum memadai. Ini perlu kita perhatikan berkaitan dengan Kalimantan Timur, karena berbatasan langsung dengan negara tetangga, satu pulau dengan Brunei dan Malaysia.” jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut Gubernur Rudy Mas’ud juga menyinggung soal kewenangan pemerintah provinsi dalam pengelolaan ruang laut, soal kewenangan bidang pertanian dan soal kurang bayar bagi hasil yang dilaksanakan di akhir tahun anggaran sehingga menimbulkan silva.

“Undang-undang nomor 23 tahun 2014 pemerintah provinsi memiliki kewenangan pengelolaan ruang laut sampai dengan 12 mil di luar minyak dan gas dan penerbitan izin pemanfaatan ruang laut 12 mil laut. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tidak mengatur pendapatan dari sektor Kelautan dan Perikanan pemanfaatan ruang laut dilakukan oleh pemerintah pusat. Ini ada sedikit bersinggungan antara kewenangan pemerintah provinsi dengan pusat.” ucap mantan anggota komisi III DPR RI ini.

Berkaitan soal mandiri secara fiskal, pendapatan daerah, sayangnya banyak kewenangan provinsi bertabrakan terutama yang ditabrak melalui peraturan menteri – peraturan menteri. Ini perlu disinkronisasikan kembali.

Dalam memberikan dana bagi hasil yang bersumber dari sektor kelautan kepada pemerintah daerah merujuk pasal 111 pada pasal 122 undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 ini sektor pertanian di daerah juga sama sekali tidak menunjang pembangunan pertanian dan ketahanan pangan yang digalakkan presiden Prabowo.

“Kami izin Pak ketua pimpinan, rekomendasi provinsi pada sektor pertanian khususnya pengembangan dan penyediaan sarana dan prasarana pertanian melalui penetapan regulasi dalam waktu dekat agar ketahanan pangan tahun 2025 tercapai sesuai dengan amanah atau perintah bapak presiden.” tegasnya.

Kebutuhan bahan pokok di Kaltim, lanjut Rudy, sangat tergantung pada daerah lain, kedua sarana prasarana Jalan hasil pertanian ini juga belum mantap infrastruktur.

“Jalan menuju Kabupaten Mahakam Ulu, akses ke wilayah perbatasan Malaysia dalam kondisi rusak parah demikian pula dengan jalan terdekat dari Bongan Kutai Barat yang membuka jalur dari Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah ini belum ada jalan yang dibangun pemerintah. Yang ada hanya jalan-jalan dari perusahaan.” jelasnya.

Selain itu daya saing sumber daya manusia perlu ditingkatkan, sehingga perlu rekomendasi program afirmasi Kementerian terkait untuk mendukung pembangunan dalam rangka ketahanan pangan bagi domestik maupun ibukota Nusantara, kedua pembangunan dan peningkatan Jalan khususnya untuk menghubungkan daerah penghasil pertanian ke wilayah nusantara dan Kalimantan Timur.

Dalam pengembangan sumber daya manusia perlu program afirmasi Kementerian terkait untuk mengembangkan sumber daya manusia terampil dan usaha ekonomi masyarakat.

Rudy Mas’ud juga menyinggung dana transfer pusat ke daerah. “Provinsi Kalimantan Timur menyumbang 42%, Kalimantan Timur ini memberikan devisa sangat besar selalu 3 besar untuk secara nasional dari Kalimantan Timur.

Permasalahan kita peraturan mengenai alokasi pendapatan transfer daerah yang menjadi masalah baru dilaksanakan di akhir tahun anggaran, sehingga ditetapkan APBD perubahan tidak dapat digunakan. Sehingga menjadi Silva ini persoalan yang terjadi.

“Persoalannya kurang bayar dilaksanakan di akhir tahun, pendapatan transfer dana penyaluran kurang bayar tidak langsung ke kas daerah namun melalui mekanisme deposit facility di Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Keuangan Nomor 16 tahun 2024.” pungkas Rudy Mas’ud yang sempat diingatkan soal waktu oleh pimpinan sidang.

(*)