Sekda Kaltim Kecam Penggunaan Logo Resmi dalam Promosi Pinjol Ilegal


Sekretaris Daerah Kalimantan Timur, Sri Wahyuni.

Kaltim, Aletheia.id – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menyampaikan keberatannya atas pencantuman logo resmi Pemprov Kaltim dalam materi promosi sebuah kegiatan yang terkait layanan pinjaman online (pinjol) tanpa izin. Sekretaris Daerah Kalimantan Timur, Sri Wahyuni, menegaskan bahwa penggunaan simbol pemerintah tanpa persetujuan merupakan pelanggaran serius.

“Kalau tidak ada izin, tidak bisa pasang logo pemerintah. Harus ada konfirmasi. Apalagi jika menyangkut sektor sensitif seperti pinjol,” kata Sri Wahyuni kepada wartawan, Selasa 27 Mei 2025.

Menurut informasi yang dihimpun, kegiatan promosi yang mencatut logo Pemprov tersebut tidak memiliki hubungan formal maupun dukungan dari pemerintah daerah. Sri Wahyuni menilai tindakan ini berpotensi menyesatkan masyarakat dan mencoreng nama baik institusi pemerintah.

“Penyelenggara seharusnya terlebih dahulu berkoordinasi dengan instansi terkait, terutama jika mengatasnamakan dukungan pemerintah,” tambahnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya akan melakukan klarifikasi internal, termasuk berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (Disperindagkop) Kalimantan Timur, untuk menelusuri dan menyelidiki pihak yang bertanggung jawab dalam kegiatan tersebut.

Sebagai bagian dari upaya pencegahan, Pemprov Kaltim berencana memperketat pengawasan terhadap penggunaan atribut resmi pemerintah dan akan mengarahkan pelaksanaan rapat kerja ke depan secara lebih tematik dan sektoral.

“Persoalan bisa datang dari mana saja. Rapat-rapat berikutnya akan kita fokuskan berdasarkan isu dan sektor yang memerlukan penanganan,” tuturnya.

Pemprov Kaltim juga mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap kegiatan yang mengatasnamakan pemerintah tanpa dasar hukum atau dukungan resmi. Masyarakat diminta segera melapor kepada aparat atau instansi terkait bila menemukan indikasi penyalahgunaan simbol dan identitas pemerintah.

Langkah ini diambil seiring maraknya praktik pinjol ilegal di berbagai daerah yang kerap menjerat masyarakat dengan bunga tinggi dan praktik penagihan tidak melanggar etika.

(Mj)