Tahun 1340 –an. Eropa terjangkit wabah mematikan; The Black Death. Nama yang merupakan terjemahan dari bahasa Latin atra mortem ini muncul dari gejala yang dialami penderita. Kulit mereka menghitam, biasanya di bagian jari tangan, jari kaki, atau ujung hidung. Kehitaman itu muncul akibat adanya jaringan yang mati (Historia). 5O Juta orang meninggal, separuh dari penduduk Eropa.
Menurut Profesor Peter Frankopan perubahan iklim secara ekstrim bisa memunculkan beragam wabah mematikan, ditahun itu bumi semakin panas akibat suar matahari atau aktivitas gunung berapi, hal itu mengubah siklus bakteri Yersinia Pestis. Professor ahli sejarah dunia itu, meyakini bahwa perubahan suhu bumi memungkinkan mikroba kecil berkembang menjadi Black Death.
Bumi yang lebih panas, kemungkinan akibat suar matahari atau aktivitas gunung berapi mengubah siklus bakteri Yersinia pestis. Memungkinkan mikroba kecil berkembang menjadi Black Death,” Ungkap Profesor Peter Frankopan.
Tahun 2018. Di Cheltenham Literary Festival, Frankopan menyampaikan prediksinya. Ia mengatakan, ada bahya yang mengintai jika kita tidak bisa memenuhi target Persetujuan Paris (Paris Agreement) untuk menahan laju peningkatan temperatur global di bawah 2 derajat celsius. Titik tekan Frankopan bahwa meningkatnya suhu bumi berpengaruh terhadap meningkatnya ancaman wabah yang mematikan bagi manusia.
Pada tahun 2019. Berdasar laporan PBB, temperatur dan cuaca semakin menggila. Laporan perubahan cuaca dan pemanasan global PBB mengungkap 2019 menjadi tahun ‘terpanas’ dalam periode lima tahun terakhir. Laporan PBB tersebut menuliskan rata-rata suhu global pada 2015-2019 berada dalam jalur ‘terpanas’ (CNN).
Suhu bumi pada November 2019 merupakan suhu terpanas kedua setelah 140 tahun yang lalu. Laporan iklim global bulanan NOAA yang dirilis pada akhir tahun 2019 menunjukkan, rata-rata suhu daratan dan permukaan laut dunia pada November adalah 0,92 derajat Celsius di atas rata-rata abad ke-20, menjadikan November 2019 sebagai bulan dengan suhu terpanas kedua yang pernah tercatat, hanya terpaut sedikit di bawah suhu pada 2015.
Prediksi Profesor Peter Frankopan terkonfirmasi, bahwa meningkatnya suhu bumi akan menimbulkan beragam macam penyakit yang menular pada manusia. Tahun 2019 disebut sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah dunia, dan bulan november suhu bumi tertinggi kedua setelah 140 tahun. Pada bulan desember, virus corona muncul di Wuhan Cina sampai Maret 2020 menyebabkan 3200 orang meninggal dunia. Dalam waktu yang singkat virus menyebar kesemua belahan bumi.
Bill Gates, pada tahun 2018 menyebutkan bahwa perang terhadap wabah penyakit harus disamakan dengan upaya melawan peubahan iklim dan perang nuklir. Namun, penelitian Frangkpan memberikan kita pemahaman, bahwa peubahan iklim telah mengakibatkan munculnya wabah penyakit. Keduanya, perubahan iklim dan meningkatnya wabah penyakit adalah dua sisi keping mata uang.
Virus corona merupakan alarm nyata, perubahan iklim secara ekstrim telah disumbang oleh kapitalisme global dengan mengeksploitasi alam berujung menghancurkan manusia sendiri. Ekonomi puluhan tahun terbangun, tiba- tiba runtuh, kepanikan global menyebar dimana-mana. Paradigma mengolah sumber daya alam yang eksploitatif telah menghilangkan pagar-pagar ekosistem alam untuk manusia dimana alam telah bekerja jutaan tahun menjaga kehidupan semesta.
Kita harus sadar, alam telah rusak, daya jaga lingkungan sebagai mekanisme pertahanan luar manusia semakin menurun secara drastis. Kebutuhan manusia yang berupa deret ukur telah menghancurkan kekuatan alam yang hanya bekerja dengan mekanisme deret hitung. Kini manusia bekerja sendiri menyelamatkan dirinya. Sepenuhnya bergantung pada sains, dimana butuh korban untuk menemukan obatnya. Kini, untuk menghadapi virus Corona dunia bertaruh, menyediakan segala sumber daya yang dimiliki dari eksploitasi alam sejak revolusi Industri.
Penulis : Hajaruddin Anshar