Warga Bukit Kayangan Resah di Tengah Aktivitas Tambang


Kaltim, Aletheia.id – Hanya berjarak tiga kilometer dari pusat pemerintahan dan kemegahan kawasan tambang, warga Dusun 8 Bukit Kayangan, Desa Singa Gembara, Kutai Timur, hidup dalam ketimpangan yang menyayat. Tanpa aliran listrik, tanpa air bersih, dan di bawah bayang-bayang tambang batubara raksasa yang terus mendekat, mereka bertahan dalam kondisi yang jauh dari kata layak.

“Sudah delapan tahun tiangnya berdiri, tapi listrik tak juga nyala. Padahal malam-malam kami bisa lihat cahaya tambang dari sini,” kata Hadi, Ketua RT 28, saat ditemui di rumahnya yang nyaris bersentuhan dengan pagar tambang, Minggu 18 Mei 2025

Derita warga semakin terasa dalam setahun terakhir. Debu beterbangan saat siang, dan kebisingan mesin tambang mengusik malam. Sungai yang dulunya jadi sumber utama air warga kini berubah keruh dan beraroma tak sedap.

“Badan gatal-gatal, apalagi kalau habis mandi sungai. Banyak yang kena. Saya sendiri baru sembuh,” ungkap seorang warga, menunjukkan bekas iritasi di kulitnya.

Hadi juga mengeluhkan tanaman yang tak lagi tumbuh subur, dan hewan ternak yang mulai sulit dipelihara karena kualitas air yang menurun drastis. “Kami cuma ingin hak dasar. Jangan janji terus, kami butuh bukti,” ujarnya dengan nada tegas.

Kebingungan warga bertambah akibat ketidakjelasan status lahan. Menurut Yuli Mutiawati, salah satu warga, informasi dari perusahaan tambang berubah-ubah. “Hari ini dibilang kena relokasi, besok dibilang enggak. Kami capek digantung seperti ini,” keluhnya.

Warga pun menunjuk tim hukum dari Kantor Khoirul Arifin, S.H., M.H. & Rekan, untuk memperjuangkan hak mereka. Rencana gugatan class action disiapkan bila pemerintah dan perusahaan terus mengabaikan.

“Kalau memang mau tambang di sini, bebaskan lahan warga dengan layak. Kalau tidak, penuhi hak dasarnya,” ujar Albert, salah satu anggota tim kuasa hukum.

Di sisi lain, DPRD Kutai Timur menyebut proses pembebasan lahan sudah berjalan 70 persen. Namun, belum meratanya kesepakatan harga membuat proyek terhenti di tengah jalan.

“Tiang listrik sudah pasang, tapi PLN batal tarik kabel karena belum semua warga dibebaskan,” ungkap Wakil Ketua I DPRD, Sayyid Anjas.

Wakil Bupati Kutim, Mahyunadi, bahkan menyarankan agar perusahaan menuntaskan pembebasan semua lahan di sekitar tambang. “Supaya masyarakat tenang dan enggak diganggu debu dan bising lagi,” ujarnya.

Sementara itu, Plt Kepala DLH Kutim, Dewi, mengatakan belum menerima laporan soal dugaan pencemaran lingkungan di Bukit Kayangan. Ia meminta warga mengajukan pengaduan resmi agar bisa dilakukan verifikasi lapangan.

“Kami harus terima laporan dulu. Setelah itu baru bisa turun ke lokasi untuk mengecek kebenaran dugaan pencemaran dan posisi konsesi,” jelasnya.

Di balik gegap gempita industri tambang, ada warga yang terpinggirkan di tanah sendiri. Kini, mereka menanti keadilan di bawah terangnya lampu tambang yang tak pernah mereka nikmati.