Pasca diterbitkannya Peraturan Bupati Luwu Nomor 29 Tahun 2021 Tentang Penetapan Dan Penegasan Tapal Batas Desa Rumaju Kecamatan Bajo Dengan Desa Kadong- kadong Kecamatan Bajo Barat terus menuai protes dari masyarakat Bajo Barat.
Hajaruddin Anshar warga Bajo Barat menilai Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu telah melakukan kekeliruan dalam menentukan batas Desa Rumaju dan Desa Kadong-kadong, kekeliruan tersebut dinilai telah melukai sejarah dan mengenyampingkan fakta hukum terkait terbentuknya Desa Kadong-kadong, juga terbentuknya Kecamatan Bajo Barat.
Dilaman akun facebooknya Hajar Alfarisy menulis panjang tentang bagaimana Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu melakukan kekeliruan tersebut.
Negara ini dibagi habis provinsi, provinsi dibagi habis kabupaten/kota, kabupaten kota dibagi habis kecamatan, dan kecamatan dibagi habis desa/kelurahan. Atau bisa dikatakan desa adalah unit terkecil sekaligus menjadi inti dari negara.Tentu saja, setiap wilayah tersebut memiliki batas, titik – titik koordinat yang ketemu gelang. Batas desa melingkupi aspek sosial, budaya hingga sejarah didalamnya. Tulis Hajar di akun Facebooknya.
Dalam menentukan batas desa, tidak ujug karena ada keinginan meletakkan titik koordinatnya. Klaim batas wilayah desa, sama halnya sebelum negara hadir, dimana ada batas batas alam yang bisa diketahui oleh penduduk lokal.
Kehilangan batas desa tentu bukan masalah sederhana, bukan sebatas garis pembatas, tetapi ada ruang kehidupan didalamnya.Belakangan ini, tiba tiba muncul masalah batas Desa Rumaju yang masuk kecamatan Bajo dengan Desa Kadong – Kadong yang masuk wilayah Bajo Barat.
Baca Juga: Warga Desa Kadong-kadong Protes Tambang Galian C PT Alim Perkasa
Hajar menilai pemerintah daerah dalam membuat Perbup mengenai batas desa tersebut dianggap tidak mendasarkan pada dokumen berkekuatan hukum juga berdasarkan sejarah desa. Dalam sejarahnya, dulu pada saat pembersihan jalan, warga desa Rumaju tidak akan melewati jembatan Tammadoang, Begitu juga sebaliknya. Titik pertemuan adalah jembatam Tammadoang. Hal itu diperkuat dengan adanya pembayaran pajak atas tanah. Jika dari Desa Rumaju, kebun – kebun yang setelah jembatan Tammadoang, pajaknya masuk ke pemerintah desa Kadong – Kadong.
Selain itu berdasarkan pembentukan kecamatan dan desa batas itu berada di jembatan Tammadoang. Secara hukum batas antara Desa Kadong-Kadong dengan Desa Rumaju adalah batas yang telah ditetapkan dalam beberapa peraturan Daerah Kabupaten Luwu. Peraturan Daerah tersebut yaitu: 1. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu tentang pembentukan Desa Marinding yang saat itu meliputi wilayah Desa Kadong-Kadong saat ini. 2. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu tentang pemekaran Desa Kadong-Kadong dan 3. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu tentang pemekaran Kecamatan Bajo Barat.
“Perlu dicatat, bahwa untuk penetapan dan penegasan batas desa mengacu pada permendagri No 45 Tahun 2016 tentang Pedoman Penetapan dan Pemegasan batas desa dimana menekan penetapan batas desa yang partisipatif berdasarkan dokumen dan sejarah yang ada. Memang pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam menyelesaikan batas antar desa jika tidak ditemukan kesepakatan, tetapi perlu dicatat, bahwa penggunaan kewenangan tersebut harus memiliki dasar pertimbangan yang kuat, agar posisi pemerintah berada pada posisi yang netral. “tegasnya.
“Karenanya, penentuan titik batas yang berpindah dari jembatam Tammadoang adalah kekeliruan pengambilan kebijakan oleh pemerintah daerah kabupaten Luwu. Beberapa minggu lalu, melalui Facebook,saya menyaksikan pemasangan tanda batas pertama yang tertunda karena diprotes warga Kadong – Kadong (sayangnya video itu sudah tidak bisa diakses). Anehnya, saat itu tak ada warga desa Rumaju yang datang. padahal dalam klaim batas Desa, batas desa adalah ikatan paling kuat dengan orang – orang yang bermukim di dalamnya dan menggerakkan mereka secara bersama sama. Apakah ini keinginan pesonal segelintir orang yang punya kepentingan lalu dinegosiasikan ? Dari alur masalahnya kita bisa menilai”, Sebutnya.
(**)